Sabtu, 17 Desember 2011

Biografi Indah Dewi Pertiwi: Gadis Desa Hijrah Ke Kota

Tabloid Nova - Dara manis yang lahir pada 30 Januari 1991 ini terbilang masih sangat belia. Tapi, bakatnya di bidang tarik su ara membuat namanya terangkat di industri musik tanah air. Semasa kecil ia dididik keras untuk bersekolah. Walau begitu, Indah kecil mengaku memang sering berakting layaknya artis.

Aku sebenarnya terlahir dengan nama Indah Pertiwi. Aku anak pertama dari empat bersaudara. Adikku dua laki-laki dan satu perempuan. Usiaku dengan mereka terpaut lumayan jauh. Masa kecilku banyak dihabiskan di Desa Cibeureum, terletak di kaki Gunung Salak, Bogor. Jadi, pematang sawah dan sungai adalah pemandangan dan tempat mainku sehari-hari.

Mamaku, Yuyu Wahyuni, keturunan Jawa dan Papaku, Rohdi, asli Bogor. Sebelum punya adik, aku senang sekali bisa bermanja-manja pada Papa dan Mama. Papa seorang wiraswastawan, memiliki usaha produksi sandal yang sudah turun-temurun dimiliki keluarga. Mulai dari mendesain, membuat, dan memasarkannya beliau lakukan sendiri. Karena pekarangan rumahku cukup luas, dibuatlah bengkel produksi sepatu yang menampung para perajin. Mereka semua bekerja pada Papa. Sedangkan Mama, hanya ibu rumah tangga biasa yang merawatku dan adik-adik.

Menurut orangtuaku, waktu kecil aku tergolong manja dan cengeng. Sebentar-sebentar pasti menangis. Ke sekolah pun harus selalu diantar. Aku juga selalu ingin diperhatikan. Saking cengengnya, ketika sahabatku, Yanti, tak masuk sekolah dan aku sendirian tanpa dia, aku juga menangis. Untung saja guru kelasku masih temannya Mama, jadi Mama menitipkanku kalau saja aku menangis.

Ya, bagaimana lagi, rasanya saat itu aku memang tak bisa ditinggal sendirian. Ketika adikku yang kedua lahir, aku sudah lebih bisa mengerti situasi. Karena di rumah tak punya pembantu, aku suka membantu Mama masak di dapur. Jika tiba waktunya bermain, aku lebih suka memanjat pohon jambu yang ada di depan rumah. Sambil bawa bekal makanan, aku dan teman-teman juga suka ke sawah dan bermain air di sungai. Sungguh menyenangkan.


Terlatih Disiplin

Waktu kecil aku sangat dekat dengan Papa. Tapi, beliau sangat keras dalam mendidik anak. Baik untuk urusan sekolah, belajar, waktu tidur, hingga main. Di kampungku memang kental dengan nuansa religius. Rumahku kebetulan berdekatan dengan rumah keluarga besar Papa. Sekolah pun jaraknya tak jauh. Jadwalku setiap hari, mulai pagi hingga siang aku sekolah, pulangnya mengaji dan dilanjutkan belajar. Setiap tiba waktu Maghrib, aku harus berdiam diri di rumah. Ya, aku memang anak rumahan.

Aku suka sekali menonton film kartun. Setiap hari Minggu, aku pasti bersiap di depan televisi, menunggu tayangan favoritku, Doraemon, Shinchan , dan Sailor Moon . Kadang, Mama mengajakku pergi ke rumah nenek. Waktu bermain memang sedikit longgar di akhir pekan. Tapi, tetap saja aku tak boleh main jauh-jauh. Meski disiplin, Papa sangat sayang pada anak-anaknya. Kadang, bila ada acara 17 Agustus-an, Papa suka mengajakku nonton layar tancap di lapangan.

Cara Papa mendidik anak memang keras, tapi terbukti ampuh. Disiplin yang diterapkan dalam belajar, membuatku mudah menyerap pelajaran dan menghadapi ulangan. Begitu pun untuk pendidikan agama, yang aku dapat dari mengaji. Oh ya, aku juga sering juara kelas, lho. Waktu SMP, aku bahkan dapat beasiswa. Kebetulan ketika SMP aku dapat kelas siang, jadi paginya Papa menyuruhku ikut les matematika dan Bahasa Inggris. Pokoknya, nyaris tiada hari tanpa belajar.

Speaker Aktif

Duduk di bangku SMP, aku mulai aktif dan gemar berolahraga. Di sekolah aku ikut ekstrakulikuler basket dan voli, juga paskibraka dan pramuka. Karena sering berpanas-panasan, tak heran kulitku jadi hitam. Di antara teman dekat, aku dijuluki “speaker aktif” karena gaya bicaraku yang ramai. Saat itu, aku sudah punya geng yang terdiri dari enam orang. Kami selalu bersama-sama.

Saking banyaknya kegiatan, prestasiku di sekolah sempat menurun. Apalagi saat itu aku sudah kenal yang namanya pacaran. Aku masih ingat, pertama kali pacaran dengan kakak kelas dua. Kami suka berkirim surat. Setiap pulang sekolah, kami jalan kaki sama-sama. Dari dia, aku kenal kakak-kakak kelas yang lain. Inginnya, sih, agar aman dari gojlokan, jadi pacaran dengan kakak kelas. Ha ha ha.. Untung saja, orangtuaku tak tahu aku pacaran. Kalau tahu, pasti aku dimarahi.

Sejak SMP aku memang senang bernyanyi. Mama sering menyetel lagu pop barat di rumah. Sedangkan Papa, sukanya lagu dangdut. Bila sedang menyapu halaman, aku suka pasang lagu agar makin semangat. Pulang sekolah juga begitu, sambil mematut diri di depan kaca, aku berakting layaknya pemain sinetron. Aku suka berkhayal jadi apa saja, terutama jadi artis.

Pernah, saat orangtuaku sedang makan, aku jalan bak peragawati di depan mereka. Sepatu tinggi milik Mama jadi korbannya. Akibatnya, aku diimarahi. Tapi, omong-omong soal sepatu, sejak remaja aku memang sudah gemar pakai sepatu hak tinggi. sementara bakat seni, menurun dari keluarga Mamaku. Ada keponakan beliau yang jadi penyanyi dari kafe ke kafe. Bagiku, menyanyi itu menyenangkan.

Tinggal Terpisah

Menginjak kelas 2 SMP, ada pentas seni kenaikan kelas. Sekolahku mengadakan lomba menyanyi seru-seruan ala Akademi Fantasi Indosiar (AFI), acara pencarian bakat yang populer pada masa itu. Dari tiap kelas dipilih satu orang perwakilan, pemenangnya diambil dari “voting ” lewat SMS. Yang kalah, turun dari panggung sambil membawa koper.

Saat itu aku menyanyikan lagu Bunda milik Melly Goeslaw. Aku berhasil jadi juara pertama dan hadiahnya berupa peralatan sekolah. Lagu itu sangat mewakili perasaanku yang gundah melihat Mama dan Papa yang ketika itu kerap bertengkar. Mereka saling diam dan pisah rumah tanpa aku tahu mesti bagaimana. Bahkan aku sempat dipindahkan ke rumah nenek.

Ketika Mamaku selesai ambil rapor dan melihatku menyanyi di panggung, beliau menangis. Begitu juga teman-teman yang tahu keluh kesahku. Aku sangat sedih melihatnya. Lulus SMP, aku tinggal bersama nenek. Rumahnya berada di Cikaret, berdekatan dengan pusat Kota Bogor. Dulu, setiap bicara logat Sunda-ku sangat kental. Aku malu dan tak percaya diri karena sering diledek saudara-saudaraku yang tinggal di kota. Ya, namanya juga besar di kampung, tak heran lidahnya sudah terbentuk dengan logat itu. Ha ha ha...

Aku pindah atas pertimbangan orangtua. Meski uang saku tetap dikirim tiap bulan, mereka ingin anak pertamanya mandiri dan berani. Mama pernah bilang, agar aku punya pengetahuan luas dan bisa sekolah setinggi-tingginya. Dengan tinggal terpisah, menurut mereka, akan bermanfaat bagiku kelak.

Barulah aku mengerti, kehidupan kota sangat berbeda dengan di desa. Ramai oleh kendaraan dan hawanya tak sedingin seperti di desaku. Awalnya, aku sering menangis karena jauh dari keluarga. Dulu, bila ingin sesuatu bisa langsung dibelikan, kini aku harus mengatur sendiri uangku. Mengirit jajan pun aku lakukan, padahal di depan rumah nenek banyak tukang makanan yang lewat. Yang paling sering menengokku adalah Mama. Karena Papa sibuk di bengkel sepatunya. Karena itu, menginjak remaja aku jadi lebih dekat dengan Mama.

Ketika SMU, aku juga pernah ikut lomba, lho. Tapi, bukan menyanyi. Aku mulai senang ikut perlombaan model yang diadakan di mal. Jalan di catwalk , dandan, dan memilih baju, aku lakukan sendiri. Hasilnya, aku juara 2 dan dapat piala sekaligus uang tunai Rp 700 ribu. Rasanya senang sekali bisa cari uang sendiri.
Sementara prestasi sekolah, meski nilai dan ranking -nya tak seperti waktu di SMP, tapi aku sangat suka pelajaran akuntansi. Puas rasanya jika bisa memecahkan rumus hitung-hitungan ala ekonomi. Sejak saat itu, aku pun bercita-cita jadi seorang akuntan.

Namanya juga masa-masa SMU, aku mulai senang main dan nongkrong sepulang sekolah bersama teman dan saudara-saudaraku yang lain. Apalagi tak jauh dari sekolah ada mal. Pergaulan dan pertemananku pun bertambah luas. Beberapa kali aku juga pergi ke Jakarta untuk menemani mereka. Banyak teman, banyak rezeki. Aku percaya itu, karena berkat pertemananlah aku bisa mendapat informasi mengenai banyak hal dan kesempatan.



Indah yang lahir dan besar di Bogor mulai mengenal Jakarta. Demi menjadi akuntan seperti cita-citanya, ia pun bersikeras kuliah di kota besar. Siapa sangka, jalan suratan justru mengantarkannya jadi seorang penyanyi terkenal.

Ketika menamatkan SMU di Bogor, aku mulai berpikir untuk menata masa depanku dengan serius. Niatku melanjutkan kuliah di Jakarta aku utarakan ke­pada orangtua. Walau merasa berat, mereka mengizinkan setelah melihat kesungguhanku.

Aku lalu pindah ke Jakarta pada Februari 2009, tepatnya saat umurku 18 tahun dan baru lulus SMU. Aku bertekad mengambil ku­liah bidang akuntansi di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Sebelum ikut tes, aku menyempatkan diri melihat-lihat lokasi. Sambil menunggu ujian masuk, waktu luang kuisi dengan ikut les. Pikirku, daripada keluyuran enggak jelas lebih baik diisi kegiatan positif. Untungnya Mama dan Papa mendukung meski mereka tetap di Bogor.

Di Jakarta aku tinggal di apar­temen bersama Mang Edot, seseorang yang dipercaya Mama untuk menjagaku. Dia bahkan bisa berperan seperti Ibu yang selalu membantuku. Les yang kuambil pun tetap tak jauh-jauh dari menyanyi. Seminggu tiga kali aku latihan vokal diiringi alunan keyboard selama dua jam. Waktunya jam 10 pagi. Pernah suatu kali, karena suaraku lumayan kencang, tetangga apartemen keluar dan menggedor pintuku. Dalam Bahasa Inggris ia marah karena berisik. Jadilah, aku menyanyi dengan suara pelan. Ha ha ha…

Batal Kuliah

Beberapa kali latihan, guru lesku, Uli Silitonga, menyarankan agar aku mencoba jadi penyanyi. Aku pikir tak mungkinlah itu terjadi. Apalagi banyak sekali band dan penyanyi perempuan pendatang baru yang naik daun. Tapi, guruku lah yang gencar mendukung. Akhirnya aku mau membuat demo rekaman.

Saat itu aku menyanyikan lagu Jera milik Agnes Monica. Demo tadi kutitipkan pada seorang teman yang punya kenalan beberapa label musik. Alhamdulillah, selang se­bulan aku dihubungi Keci Music, sebuah label baru. Aku diminta datang untuk memperkenalkan diri dan menyanyi di depan tim mereka.

Setelah itu, rasanya perjalanan karier musikku berlangsung bagai meteor. Kuraih keberuntungan yang­ satu ke keberuntungan yang lain. Ibarat impian masa kecil yang terkabul, aku disodori kontrak album oleh label. Aku masih tak percaya, kerena niatku ke ibukota, kan, untuk menimba ilmu, bukan jadi penyanyi. Apakah ini jalan dari Tuhan, ya?

Tapi, bagaimana reaksi orangtua jika tahu aku malah batal kuliah? Aku pikir-pikir, hadapi saja lah yang ada di depan mata. Toh, belum tentu kesempatan seperti ini datang lagi. Tak dinyana, kedua orangtuaku justru mendukung selama hal itu positif. Mereka juga minta aku untuk menjalaninya secara serius, tidak setengah-setengah.

Selanjutnya, pihak label mena­wariku konsep album, materi lagu, dan imej sebagai penyanyi solo perempuan. Karakter vokalku dianggap cocok dengan aliran musik pop.­ Di album pertama ini, aku bekerjasama dengan banyak penyanyi dan pencipta lagu papan atas. Seperti Ahmad Dhani, Bebi Romeo, Charly ST12, Dewiq, Eross Sheila on 7, Melly Goeslaw, Opiq, Sandy Canester, Sandy Sandoro, Tengku Shafick, dan Yovie Widianto. Rasanya bagaikan mimpi. Sebagai penggemar mereka, aku, kan, ingin sekali bertemu.

Eh, kini mimpiku jadi nyata. Tak hanya bertemu, aku bahkan bisa memperdengarkan suaraku kepada mereka. Awalnya, ada rasa canggung, tapi aku banyak tanya dan belajar dari mereka.

Tambah Nama 


Jika dulu aku cenderung cuek dengan penampilan dan perilaku, kini semua harus disesuaikan. Aku belajar make-up dan menjaga sikap di mana dan dengan siapa saja. Agar terdengar makin Indonesia, nama tengahku ditambahi ‘Dewi’. Lengkapnya jadi Indah Dewi Pertiwi. Agar praktis, namaku juga disingkat jadi IDP.

Hipnotis adalah album musik per­tamaku yang dirilis pada 2010. Lewat lagu Baru Aku Tahu Cinta Itu Apa , perlahan namaku mulai di­ke­nal. Single -nya masuk chart radio dan televisi se-tanah air, bahkan sebagian besar menempati posisi juara. Setelahnya, aku merilis lagu Gejolak Cinta, Jangan Sedih , dan Hipnotis .

Dari semua lagu tadi, pengala­man yang paling berkesan adalah saat pembuatan video klip lagu Hipnotis . Video klip ini memang lumayan lama proses pembuatannya. Tapi, banyak cerita seru. Syuting berlangsung 11 hari, di 9 lokasi berbeda dan dua kota, yakni Lombok dan Jakarta. Aku juga harus berakting di kolam renang hingga jam 4 pagi. Saking lelahnya, aku sakit di tengah proses syuting. Tapi, aku tahan agar tak membuat jadwal molor. Begitu selesai, aku langsung masuk rumah sakit. Ha ha ha....!!

Pengorbanan yang tak mudah, tapi inilah komitmenku untuk men­jadi penyanyi profesional.
Sejak penggarapan video klip­ Hipnotis yang lagunya nge-beat , aku diharuskan bisa menari. Padahal aku tak punya basic tari. Awalnya kaku sekali badan ini. Aku pun terus berlatih dan mulai belajar teknik menyanyi sambil menari. Lalu oleh tim manajemen aku diberi kesempatan berlatih koreografi di New York, Amerika Serikat, akhir Januari lalu. Pelatihnya, Luam Keflezgy, yang pernah menciptakan koreografi untuk bintang-bintang ter­kenal, seperti Beyonce, Rihanna, dan Kanye West. Ia juga melatihku agar bisa tampil maksimal di atas panggung.

Tapi, keberuntungan bukan ber­arti juga kemudahan. Di awal menjadi penyanyi solo, tanganku sampai gemetar memegang mic . Menghadapi banyak penonton juga membuatku kaget. Apalagi saat itu aku belum percaya diri. Karena terlalu khawatir untuk memberi kesan, jadinya malah berantakan. Sempat timbul pro dan kontra. Dan aku sampai nangis tak mau lagi jadi penyanyi.

Untunglah tim manajemen sa­ngat mengerti dan terus menyemangatiku agar tak canggung lagi. Kuncinya, anggaplah panggung itu milikku. Menyanyi itu harus santai dan lepas, jangan banyak berpikir agar dapat feel -nya.

Untuk mengantisipasi pembaja­kan, album pertamaku dikemas menarik dan distribusinya bekerjasama dengan restoran fast food . Alhamdulillah, angka penjualan menembus 1, 7 juta kopi. Pencapaian ring back tone (RBT) juga terhitung tinggi. Kata tim label, inilah prestasi terbaik dalam musik Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Setelah itu, aku masuk di beberapa nominasi penghargaan musik, seperti Indosat Award dan Dahsyat Award. Walau belum menang, aku bangga dan bersyukur bisa diterima sebagai pendatang baru.

Jomblo Dulu

Tahun 2011 ini aku memang bertekad konsentrasi pada karier saat ini. Kalau punya tambatan hati, takut tak bisa bagi waktu untuk berduaan. Jadi, lebih pilih menjomblo saja dulu agar fokus pada profesiku. Kegiatanku sehari-hari, kalau tak di studio, manggung , ya di rumah. Ke mal, justru sudah jarang sekali kulakukan.

Aku juga sudah melakukan umrah ke Mekkah bulan Maret lalu. Selama di sana, aku merasa dekat sekali dengan Yang Maha Kuasa. Aku puas mengadu, menangis, bercerita sama Allah. Ketika melakukan Tawaf Wada, aku menangis dan berdoa semoga bisa kembali lagi ke sana secepatnya. Tentu saja bersama ke­luarga.
Oh ya, akhir April lalu aku masuk nominasi di SCTV Awards 2011, lho.­ Lalu aku menang di kategori Pendatang Baru Solo Ngetop!!! Alhamdulillah. Aku senang sekali, karena kerja kerasku akhirnya dihargai. Selain itu laguku yang diciptakan Charly ST 12 juga jadi soundtrack sinetron Anugerah .

Kini aku sudah dua tahun ting­gal di Jakarta. Adikku yang pertama juga kini ikut tinggal bersamaku. Ia sudah SMP. Aku ingin pendidikannya lebih tinggi daripada aku. Perubahan kehidupan jelas kurasakan. Tapi, aku menganggap hidupku lebih sehat. Jika dulu hobiku main tak ada juntrungan, kini lebih teratur. Di samping berkarier, aku juga bisa mengatur pola hidup dengan seimbang. Misalnya, rutin berolahraga. Hal ini dilakukan karena aku mudah masuk angin akibat flek paru-paru yang kuderita saat kelas 6 SD.

Titipan Tuhan

Karena aktivitasku pula, aku jadi jarang sekali pulang ke Bogor. Jadilah Papa dan Mama yang sering menjengukku tiap dua minggu se­kali. Padahal, aku sangat rindu suasana kota di mana aku lahir dan besar. Di sana, selain hawanya dingin, juga tak seramai di ibukota. Sedangkan di Jakarta, semua orang seakan berlomba untuk mencari penghasilan dan meniti karier. Belum lagi panas dan polusinya.

Pada Mama aku sering curhat segala kegiatan dan kehidupanku. Kalau Papa, tiap menengokku, beliau sering memperhatikan model sepatu-sepatu yang aku punya. Dari situ ia mendapat inspirasi untuk membuatnya di bengkel produksi miliknya. Ah, Papa memang tak berubah. Sejak aku kecil, beliau tetap pekerja keras dan tak lelah mencari ide.

Suatu saat nanti, aku juga ingin punya usaha, salon dan butik. Modalnya dari hasil pekerjaanku saat ini. Karena itu, penghasilanku sebagian besar kutabung. Ibaratnya, pengorbanan di masa muda ini jangan sampai tak ada hasilnya ketika umurku kian bertambah. Sepertinya soal hitung-menghitung uang sudah jadi kebiasaanku sejak menyukai pelajaran akuntansi di SMU. Ha ha ha..

Aku juga senang berinvestasi. Lagi-lagi peran Mang Edot sangat besar, ia sering mengingatkan aku agar berhemat. Dulu aku senang koleksi tas. Tapi, kan, semuanya tak bisa dipakai bersamaan. Jadi, sayang rasanya bila harus menghambur-hamburkan uang.

Ke depan, aku ingin sekali album keduaku makin bisa diterima di kalangan penikmat musik tanah air. Rencananya aku ingin menulis lagu sendiri. Tapi, masih belajar banyak. Selain itu, suatu saat aku juga ingin menikmati pendidikan yang setinggi-tingginya. Agar bisa antisipasi kalau-kalau karierku tak selamanya di dunia musik.

Pesan orangtua yang sangat ku ingat, agar kepribadianku tetap seperti dulu, meski telah menjadi penyanyi. Kata mereka, di atas panggung aku bisa menjadi sosok lain, tapi di belakang panggung tetap jadi Indah yang dulu. Jangan sampai aku terkena star syndrom , karena itu akan menjatuhkanku nantinya. Karena itu, semua ini aku anggap titipan dari Tuhan.


                                                                **SEKIAN**





Sumber: http://www.tabloidnova.com/Nova/Profil/Indah-Dewi-Pertiwi-Gadis-Desa-Hijrah-ke-Kota-1



3 komentar:

  1. Objdump, http://public.justcloud.com/e9u7bc4lp4.93349331

    BalasHapus
  2. File, http://public.justcloud.com/e9zqg6orz9.93349331

    BalasHapus
  3. Mari Bergabung bersama kami di Pelangi q q Asia (,) com
    Situs Impian Para pecinta dan peminat Taruhan Online!!
    Hanya Dengan 1 id bisa main 8 games bos!
    BANDARQ | BANDAR POKER | DOMINO99 | ADUQ | CAPSA SUSUN | SAKONG | POKER| NEW GAME BANDAR 66
    Keunggulan PELANGI Q Q :
    - PROSES DEPO & WD MUDAH TANPA RIBET
    - PROSES DEPO & WD TERCEPAT
    - KARTU-KARTU BERKUALITAS DISAJIKAN
    - CS RAMAH & INSPIRATIF SIAP MEMBANTU 24JAM
    - TIPS & TRIK MENJADI KEUNGGULAN SITUS INI
    - DAN TENTUNYA DEPOSIT YG TERJANGKAU BOS!!(MINIMAL DEPO & WD 25RB)
    Tunggu apalagi bos!! langsung daftarkan diri anda di PELANGI Q Q
    Bagaimana cara mendaftar? SIMPEL bos!!
    cukup kunjungi kami PELANGI Q Q
    klik daftar dan daftarkan diri anda
    atau bisa juga melalui live chat dan cs kami akan membantu anda 24jam bos!!
    CONTACT US :
    BBM : E37271BF
    Skype : Pelangi QQ

    BalasHapus